KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM CERPEN
“ BUKAN PEREMPUAN” KARYA SYARIF
HIDAYATULLAH KUMPULAN CERPEN PEMENANG LOMBA TINGKAT MAHASISWA SE-INDONESIA
2009-2010
KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA
![logo_uad[1].gif](file:///C:/Users/ACER/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kritik Sastra Mahasiswa Semester Lima Universitas Ahmad Dahlan
Oleh:
Rachma
Nurjanah
(09003056)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2011
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum w. w.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini tersusun dengan judul “Konflik Batin Tokoh Utama
dalam Cerpen Bukan Perempuan Karya
Syarif Hidayatullah Kumpulan Cerpen Pemenang Lomba Tingkat Mahasiswa
Se-Indonesia 2009-2010 Kajian Psikologi Sastra”.
Penulisan makalah ini dimaksudkan
untuk memenuhi tugas semester genap mata kuliah Kritik Sastra pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan serta sebagai media untuk
mengimpletasikan apa yang penulis peroleh selama di bangku kuliah.
Meskipun makalah ini disusun dengan segala
kemampuan yang ada, namun demikian penulis menyadari bahwa banyak kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal
ini disebabkan karena kemampuan dan terbatasnya pengetahuan dari penulis, oleh
karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis
dari semua pihak demi kebaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak
akan dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dan pengarahan dari berbagai
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Disamping itu penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada bapak dan ibu yang telah memberikan dorongan.
Semoga penyusuanan makalah yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, terima
kasih.Amin.
Wassalamu’alaikum
w. w.
Yogyakarta, 5 Desember 2011
Penulis
Daftar isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Batasan Masalah
C.
Rumusan Masalah
D.
Tujuan Penelitian
E.
Landasan Teori
F.
Pembahasan
KESIMPULAN
DAFTAR PustakA
A.
Latar Belakang
Masalah
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya
adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam kehidupannya,
maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori atau
sistem berpikir tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori serta
sistem berpikir manusia. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan
suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia,
di samping sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan
dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia (Semi, 1993:8).
Setiap manusia merupakan individu yang berbeda dengan individu lainnya.Ia
mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan dan perasaan sendiri yang
berbeda dengan lainnya. Namun demikian, manusia hidup tidak lepas dari manusia
lain. Pertemuan antarmanusia yang satu dengan manusia yang lain tidak jarang
menimbulkan konflik, baik konflik antara individu, kelompok maupun anggota
kelompok serta antara anggota kelompok yang satu dan anggotakelompok lain.
Karena sangat kompleksnya, manusia juga sering mengalami konflik dalam dirinya
atau konflik batin sebagai reaksi terhadap situasi sosial di lingkungannya.
Dengan kata lain, manusia selalu dihadapkan pada persoalanpersoalan hidup.
Manusia dalam menghadapi persoalan hidupnya tidak terlepas dari jiwa manusia
itu sendiri.Jiwa di sini meliputi pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khalayak
dan jiwa itu sendiri (Walgito, 1997:7).
Kejadian atau peristiwa yang terdapat dalam karya sastra dihidupkan oleh
tokoh-tokoh sebagai pemegang peran atau pelaku alur.Melalui perilaku tokohtokoh
yang ditampilkan inilah seorang pengarang melukiskan kehidupan manusia dengan
problem-problem atau konflik-konflik yang dihadapinya, baik konflik dengan
orang lain, konflik dengan lingkungan, maupun konflik dengan dirinya sendiri.
Karya
sastra yang dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang memiliki
karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia, walaupun
pengarang hanya menampilkan tokoh itu secara fiksi. Dengan kenyataan tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek
hidup dan kehidupan, tidak terkecuali ilmu jiwa atau psikologi.Hal ini tidak
terlepas dari pandangan dualisme yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya
terdiri atasjiwa dan raga. Maka penelitian yang meggunakan pendekatan psikologi terhadap karya sastra
merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi. Alasan ini didorong
karena tokoh-tokoh dalam karya sastra dimanusiakan, mereka semua diberi jiwa,
mempunyai raga bahkan untuk manusia yang disebut pengarang mungkin memiliki
penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama dalam
hal penghayatan megenaihidup dan kehidupan (Hardjana, 1985:60).
Cerpen
Bukan Perempuan merupakan salah satu cerpen karya Syarif Hidayatullah merupakan seorang penulis kelahiran Bogor, pada tanggal 2 Agustus 1988. Ia merupakan alumnus Pondok Pesantren Al-Amin
Prenduan Sumenep Madura dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
(UHAMKA) Jakarta, Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia
Adapun
yang menarik untuk diteliti dari cerpen Bukan Perempuan ialah
konflik batin yang dialami tokoh utama sebagai seorang lelaki yang mencintai gadis anak kyai namun terlibat hubungan homo dengan seniornya di sebuah lokasi pesantren.
konflik batin yang dialami tokoh utama sebagai seorang lelaki yang mencintai gadis anak kyai namun terlibat hubungan homo dengan seniornya di sebuah lokasi pesantren.
Guna menyelesaikan persoalan yang dihadapi akan digunakan psikologi
kepribadian sebagai alat bantunya. Psikologi kepribadian adalah bidang
psikologi yang berusaha mempelajari manusia secara utuh menyangkut motivasi,
emosi, serta penggerak tingkah laku.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Konflik Batin Tokoh Utama
Dalam Cerpen Bukan Perempuan Karya Syarif
Hidayatullah Sebuah Kajian Psikologi Sastra”.
B.
Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, agar penelitian tetap terfokus dan tidak melebar
melewati fokus permasalahan perlu adanya pembatasan masalah. Adapun masalah
yang dibahas dalam penelitian ini hanya
dibatasi pada konflik
batin tokoh utama dalam cerpen Bukan Perempuan berdasarkan tipe dan
hukum psikologi menurut Rene Wellek dan Austin Warren, serta usaha tokoh utama dalam menyelesaikan konflik tersebut.
C.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana konflik
batin yang dialami tokoh utama dalam cerpen Bukan Perempuan berdasarkan tipe dan hukum psikologi menurut Rene Wellek
dan Austin Warren?
2. Bagaimana usaha yang dilakukan tokoh utama dalam menyelesaikan konflik tersebut?
D.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan
masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan konflik
batin yang dialami tokoh utama dalam cerpen Bukan Perempuan berdasarkan tipe dan hukum psikologi menurut Rene Wellek
dan Austin Warren.
2. Mendeskripsikan usaha yang dilakukan tokoh utama dalam menyelesaikan konflik tersebut.
E.
Landasan Teori
1.
Psikologi dalam Sastra
a.
Pengertian Psikologi Sastra
Walgito
(2004:l) menjelaskan bahwa, ditinjau
dari segi bahasa, psikologi berasal dari
kata psyche yang berati Jiwa'dan logos
berarti 'ilmu' atau 'ilmu pengetahuan',
karena itu psikologis sering
diartikan dengan ilrnu pengetahuan tentang jiwa.
psikologi merupakan ilmu yang
mempelajari dan menyelidiki
aktivitas dan tingkah laku
manusia. Aktivitas dan tingkah laku
tersebut merupakan manifestasi kehidupan jiwanya. Jadi, jiwa manusia
terdiri dari dua alam, yaitu alam sadar (kesadaran) dan alam tak sadar (ketidaksadaran). Kedua alam tidak hanya saling menyesuaikan,
alam sadar menyesuaikan terhadap
dunia luar, sedangkan alam tak sadar
penyesuaiannya terhadap dunia dalam.
Jadi psikologi dapat diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari gejala jiwa
yang mencakup segala aktivitas dan
tingkah laku manusia.
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang
akan menggunakan cipta rasa, dan karsa dalam berkarya. Pembaca
dalam menanggapi karya tidak lepas dari kejiwaan
masing-masing. Psikologi sastra
juga mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan.
Pengarang akan menangkap gejala jiwa,
kemudian diolah ke dalam teks dan
dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan
pengalaman hidup di sekitar pengarang akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra
(Endraswara, 2008:96).
Sebagaimana
dijelaskan Ratna (2009 : 3 50)
bahwa,
psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi
psikologis. Dengan memusatkan
perhatian pada tokoh-tokoh maka akan dapat dianalisis konflik batin yang
mungkin saja bertentangan dengan teori
psikologis. Dalam hubungan itulah
peneliti harus menemukan gejala yang
tersembunyi atau sengaja disembunyikan
oleh pengarangnya, yaitu dengan memanfaatkan teori-teori psikologi yang dianggap relevan.
Pada
dasarnya kajian psikologi sudah banyak
diterapkan oleh pengarang sejak dulu, namun terkadang pengarang dengan
sengaja tidak memunculkan gejala-gejala
psikologi secara terang-terangan.
Berdasarkan kutipan di atas dapat
disimpulkan bahwa pendekatan psikologi pada karya sastra memusatkan perhatian
pada tokoh-tokoh, dari tokoh-tokoh
tersebut maka akan ditemukan adanya konflik batin di dalamnya. Oleh
karena itu, pendekatan psikologi sastra sangat diperlukan untuk menganalisis dan menemukan
gejala-gejala yang tidak terlihat
atau bahkan dengan sengaja disembunyikan oleh pengarang pada karya sastra.
Selanjutnya
Semi (1989:46) menjelaskan bahwa
"pendekatan psikologi adalah pendekatan penelaahan sastra yang
menekankan pada segi-segi psikologis
yang terdapat dalam suatu karya
sastra." Pendekatan psikologi yang
menekankan pada segi-segi psikologi
mendapat perhatian dalam
penelaahan dan penelitian sastra
disebabkan oleh timbulnya kesadaran bagi para pengarang, yang dengan sendirinya
juga bagi kritikus sastra, bahwa perkembangan
dan kemajuan masyarakat di zaman
moder ini tidaklah semata-mata
dapat diukur dari segi material, tetapi juga dari segi rohaniah atau
kejiwaan.
Istilah
"psikologi sastra" mempunyai empat kemungkinan pengertian.Pertama,
studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua, studi
proses kreatif. Ketiga, studi dan tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra dan yang keempat, mempelajari dampak sastra
pada pembaca (psikologi pembaca).
Pada penelitian ini pengertian yang
ketigalah yang digunakan untuk menganalisis karya sastra (Rene wellek dan Austin Waren
terjemahan Melani Budianta, 1989: 90).
Asumsi dasar penelitian psikologi sastra antara lain dipengaruhi oleh beberapa
hal. Pertama, adanya anggapan bahwa
karya sastra merupakan produk dari suatu
kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berbeda pada situasi setengah sadar atau subconscious self dan baru
dituangkan ke dalam bentuk secara
sadar (conscious). Antara sadar dan
tak sadar selalu mewarnai dalam
proses imajinasi pengarang.
Kekuatan karya sastra dapat dilihat seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi
kejiwaan yang tidak sadar itu ke dalam sebuah
cipta sastra.
Kedua, kajian
psikologi sasta di samping meneliti
perwatakan tokoh secara psikologis juga
aspek-aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika
menciptakan karya tersebut. Pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga menjadi semakin hidup. Sentuhan-sentuhan emosi melalui dialog atau pemilihan kata, sebenarnya merupakan gambaran kekalutan dan kejernihan batin pencipta. Kejujuran batin itulah yang
menyebabkan orisinalitas karya (Suwardi
Endraswara, 2008:96).
Sastra berbeda
dengan psikologi, sebab sebagaimana
sudah kita pahami sasta berhubungan
dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni, sedang psikologi merujuk kepada studi ilmiah
tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski berbeda
keduanya memiliki titik temu atau
kesamaan yakni keduanya berangkat dari manusia
dan kehidupan sebagai sumber kejadian.
Bicara tentang manusia, psikologi jelas
terlibat erat, karena psikologi
mempelajari perilaku-perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan
yang membungkusnya dan mewamai
perilakunya (Siswantoro,
2005:29).
Penelitian
psikologi sastra memang memiliki
landasan pijak yang kokoh. Karena, baik sastra maupun
psikologi sama-sama mempelajari kehidupan manusia. Bedanya kalau sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan imajinasi pengarang, sedangkan
psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan Illahi secara riil.
b.
Tipe dan Hukum Psikologi Sastra
Kaitannya dengan penggunaan
tipe dan hukum psikologi, maka
sebuah penelitian dapat diarahkan pada teori psikologi ke dalam karya sastra. Asumsi dari kajian ini bahwa pengarang sering
menggunakan teori psikologi tertentu
dalam penciptaan. Tipe dan hukum dari psikologi yang dapat diterapkan
dalam mengkaji tokoh dalam sebuah karya
sastra adalah psikologi umum dan psikologi khusus yang selanjutnya dicari yang
paling dekat dengan karya yang
akan dikaji (Endraswara,2008:98-99).
Secara umum
psikologi dibedakan atas dua bagrag yaitu.
1)
Psikologi
Umum
Psikologi umum ialah psikologi yang menyelidiki
dan mempelajari kegiatan-kegiatan psikis manusia yang tercermin dalam tingkah
laku pada umumnya, yang dewasa, norma, dan beradab (berkultur).
2)
Psikologi
Khusus
Psikologi khusus ialah psikologi yang
menyelidiki dan mempelajari segi-segi
kekhususan dari aktivitas-aktivitas
psikis manusia. Hal-hal khusus yang menyimpang dari hal-hal yang umum dibicarakan dalam psikologi khusus. psikologi khusus dapat dikaji atas: (a) psikologi
perkembangan, (b) psikologi sosial, (c) psikologi pendidikan, (d) psikologi kepribadian, (e) psikologi
psikopatologi, (f) psikologi
perusahaan dan (g) psikologi kriminal (Walgito, 2004:23-24).
Berkenaan dengan psikologi dalam sastra yang
meliputi kepribadian tokoh psikologi khusus yang digunakan adalah psikologi kepribadian. Psikologi kepribadian
digunakan karena ilmu ini
membicarakan berbagai watak dan
kepribadian seseorang dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya, serta konflik
psikologi yang dialami oleh
individu tersebut.
2.
Konflik
a.
Pengertian Konflik
Dalam suatu kehidupan sosial,
manusia tidak dapat melepaskan ekspresinya dari jalinan hubungan manusia lain. Suatu struktur sosial
yang dibentuk oleh kelompok
masyarakat tertentu akan memberlakukan satu nilai sosial tertentu
pula. Adanya perbedaan kepentingan antar
individu yang menghuni suatu masyarakat
akan menimbulkan bentrokan atau
konflik.
Rene Wellek dan Austin Warren (dalam terjemahan Melani Budianta 1989:285) menyatakan bahwa “konflik adalah sesuatu yang 'dramatik', mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang
seimbang, menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan". Dengan demikian konflik ialah sesuatu yang
tidak menyenangkan dan menyebabkan suatu aksi dan reaksi dari hal yang dipertentangkan tokoh dalam suatu peristiwa.
Ada tiga cara yang dapat
dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu: a)
memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memahami
unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, c) memahami
unsur-unsur kejiwaan pembaca.(wellek dan Warren dalam Ratna (2008:343)
Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak
menyenangkan yang terjadi dan dialami
oleh tokoh-tokoh cerita yang jika tokoh-tokoh
itu mempunyai kebebasan untuk memilih,
ia (mereka) tidak akan memilih
peristiwa itu menimpa dirinya sebagaimana
diungkap oleh Meredith dan
Fitzgerald dalam Nurgiyantoro, 2007:122). Konflik dapat
terjadi dan disebabkan oleh faktor dari luar, antara perbuatan orang yang saling bertentangan, dan dapat
juga terjadi di dalam tokoh itu sendiri,
yaitu pertentangan nurani (konflik
antara hak dan kewajiban; antara kemanusiaan dan nurani alam). pertentangan itu
tidak selalu berup kekuatan-kekuatan yang aktif, melainkan juga dapat berupa keadaan yang senang, di mana segala sesuatu yang ada sangat menghalangi
tokoh cerita. Dalam hal ini, tantangan dari luar biasanya berupa masalah
keadaan sosial dan fisik, sedangkan dari
dalam dapat berupa nurani.
Konflik dapat timbul dalam situasi di mana
terdapat dua atau lebih kebutuhan, harapan, keinginan, dan tujuan yang tidak
bersesuaian saling bersaing dan
menyebabkan salah satu organisme
merasa ditarik ke arah dua jurusan yang
berbeda sekaligus, dan
menimbulkan perasaan yang sangat tidak
enak. Konflik ini dapat menimbulkan frustasi, karena kalau memilih salah satu berarti yang
lain tidak terpilih meskipun untuk sementara waktu saja (Davidoff dalam
terjemahan Mari Juniati, 1991:178).
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu peristiwa yang dilatarbelakangi oleh
sesuatu hal (harapan, tujuan, kemauan)
yang saling bertentangan dan menimbulkan
perasaan yang sangat tidak enak. Konflik dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yakni faktor dari luar dan faktor dari
dalam. Segala sesuatu yang
melatarbelakagi terjadinya konflik dapat berakibat pada diri individu tersebut, baik fisik ataupun psikis.
b.
Wujud
Konflik
Konflik merupakan suatu peristiwa yang sangat tidak
menyenangkan yang disebabkan oleh berbagai hal. KonfIik dapat terjadi di dalam
diri individu ataupun di luar individu, bergantung pada pilihan yang diambil.
Menurut Davidoff (dalam Terjemahan Mari Juniati, 1991:178), dinyatakan bahwa konflik dapat dibagi menjadi konflik
internal dan konllik eksternal.
1)
Konflik Internal (Internal Conflict)
Konflik internal dapat disebut juga
konflik kejiwaan. Konflik
internal (dalam diri sendiri) terjadi bila tujuan-tujuan yang saling
bertentangan berada dalam diri individu itu sendiri. Konflik internal ini merupakan konflik yang
dialami manusia dengan dirinya
sendiri.
2)
Konflik Ekstemal (External Conflict)
Konflik
eksternal merupakan konflik yang terjadi di luar individu.
Konflik ini terjadi bila dua atau lebih
pilihan (option) berada di luar
inidividu yang mengalami konflik. Dengan
kata lain, konflik eksternal dapat terjadi
antara seorang tokoh dengan
sesuatu yang ada di luar dirinya,
mungkin dengan lingkungan alam atau lingkungan manusia itu sendiri.
Sinopsis Bukan Perempuan
Hidup di
lingkungan pesantren membuat aku lirik tidak
percaya dengan apa yang dialaminya selama itu. Di pesantren yang sudah lima
tahun menjadi tempat pendidikannya, yang selama itu ia bangga-banggakan adalah
tempat yang sesungguhnya membuat aku lirik merasa tertekan.Berawal dari
kekagumannya terhadap Ardi, santri teladan dan berprestasi di pesantren itu, ia
terobsesi ingin belajar dengannya. Aku lirik belajar cukup banyak, ia berusaha
dekat dan patuh dengan apa yang diajarkan Ardi, namun kedekatan mereka berakhir
pada pergerumulan yang hina.
Ardi memiliki
kelainan seksual yang menyukai sesama jenis atau bisa dikatakan homo. Aku lirik
terjebak dalam perasaan takut dan berdosa, rasa sedih, benci dan tak berdaya.
Ia tak menyangka dirinya akan terperangkap pada hal-hal semacam itu. Ardi yang
selama ini ia kagumi, ia jadikan figur dan panutan, ia bangga-banggakan,
ternyata tidak seperti yang ia harapkan.
Pada suatu
ketika, aku lirik terpilih mewakili pesantren untuk mengikuti lomba pidato
bahasa arab yang akan dibimbing oleh santri teladan. Aku lirik sama sekali
tidak bahagia mendengar kabar itu, ia hanya tersenyum ketika teman-temannya
mengucapkan selamat. Aku lirik sangat ketakutan dan cemas karena ia tau yang
membimbingnya adalah Ardi.
Dikemudian hari
aku lirik mendapatkan juara satu lomba pidato bahasa Arab. Pulang dari lomba ia
naik bus rombongan pesantren. Ia duduk berdekatan dengan Shaleha anak pak kyai
yang mendapatkan juara duanya. mereka bercanda dan saling ledek sampai
keakraban mereka terlihat Ardi. Aku lirik sedikit cemas dan takut, bukan karna
ia menyukai Ardi tapi merasa malu dengan dirinya sendiri.
Pesantren cukup
memprihatinkan dengan keadaan pak kyai yang sakit-sakitan. Shaleha mengirimkan
surat kepada Aku lirik agar menjadi suaminya karena pak kyai menginginkan untuk
cepat mendapatkan penggantinya. Mereka berdua memang sudah memendam perasaan
sejak percakapan di bus sepulang lomba itu, namun aku lirik merasa ragu untuk
menerima Shaleha. Ia ingat pergerumulannya dengan Ardi. Ia merasa tidak pantas
mendapatkan Shaleha, dan pada akhirnya aku lirik memutuskan untuk menolak
tawaran Shaleha.
Hari berikutnya
aku lirik mendengar kabar bahwa Shaleha memilih Ardi untuk menjadi suaminya sedangkan Ardi begitu bangga
bercerita kepada aku lirik. Orang-orang berpikiran mereka serasi, Ardi pintar
sedangkan Shaleha adalah anak seorang kyai. Aku lirik sangat kesal. Ia ingin
berteriak pada semua orang agar tahu bahwa Ardi itu seorang homo, namun
kekesalan itu hanya terpendam dalam hati.
F. Pembahasan
A.
Konflik Batin yang Dialami Tokoh
Utama dalam Cerpen
Bukan Perempuan
Aku lirik di dalam cerpen mengalami konflik batin yang terdapat dalam
kutipan berikut:
“Aku bukan perempuan. tetapi mengapa kau menciumiku? Aku tidak
sedang bermimpi. Tetapi ini tak dapat ku percaya dengan akal sendiri. aku masih
pura-pura terlelap ketika seseorang mulai menciumiku, memelukku bagai sebuah
boneka yang tak berdaya. Ingin kuberontak. Tapi entah mengapa aku tak bisa. Aku
takut. Takut menghadapi kenyataan bila orang yang memperlakukanku dengan begitu
hina ini adalah seseorang yang amat aku kagumi.”
Konflik batin dalam kutipan tersebut di atas menggambarkan bagaimana aku
lirik merasa lelah, pasrah, bingung, dan malu. Paragraf awal ini merupakan
kejutan yang langsung menceritakan bagaimana hubungan sepasang homo. Ketika itu
aku lirik sudah pasrah dengan pasangan homonya, pasrah yang pada awalnya
merupakan ketidak sadaran. Aku lirik seperti terjebak dan terlanjur di zolimi.
Terbukti pada paragraf berikutnya yang menyatakan ketidak berdayaannya.
“Aku muak. Ingin berontak. Tapi lagi-lagi aku tak berdaya, aku tahu
siapa yang memelukku. Aku tahu benar siapa yang mempermalukanku dengan hina
ini. Seorang santri yang sangat pintar. Mendapat nilai selalu mumtaz, mahir dalam berbahasa Arab dan
Inggris dengan fasihnya, dan dinobatkan sebagai santri teladan. Dan kini, aku
berada dalam pelukannya.”
Kutipan tersebut semakin memperjelas adanya pemberontakan
yang sesungguhnya merupakan penolakan hati si aku lirik akibat mendapat
perlakuan yang hina. Ia tidak menyangka santri teladan yang menjadi panutannya
menjadi sosok yang menyerupai watak iblis.
“Ah, sungguh aku tak pernah berpikir kedekatanku dengannya akan
berakhir seperti ini. Aku memang selalu belajar banyak hal dengannya. Hingga
keberadaanku di dalam ruangan ini pun karena niatku untuk belajar bersamanya.
Tetapi, mengapa Ardi berubah? Aku tak mendapat jawaban apa-apa selain tubuh
Ardi yang terus-menerus menggamitku.”
Niat
aku lirik dekat dengan Ardi adalah untuk belajar, namun ketika sudah kelelahan
dan terlelap tidur berulang kali aku lirik dizolimi, diperlakukan seperti
kekasih Ardi, seperti perempuan. Aku lirik digrayangi, diciumi dan lain
sebagainya. Konflik semakin kuat karena aku lirik hanya memendam pergulatan
hatinya sendiri. Ia semakin malu dan merasa hina dengan dirinya sndiri.
Seperti tidak dapat diterima dengan akal sehat memang, disebuah pesantren
yang nota bene anak-anak didiknya paham agama dapat melakukan hal sehina itu.
Namun disisi lain dapat dipahami ketika nafsu seorang lelaki bergejolak dan
tidak dapat ditahan akan terjadi hal-hal yang tak terduga. Ada dua kemungkinan,
Ardi seorang homo atau hanya sekedar pelampiasan karena di pesantren antara
lelaki dan perempuan tiak dapat berdekatan.
“Pagi-pagi aku hanya terpengkur di depan kamarku. Aku memikirkan
kejadian semalam. Hatiku rasanya terpukul. Pergumulan semalam telah membuatku
merasa sebagai makhluk paling hina. Tuhan pasti tahu, karena Allah Maha Mengetahui.
Ah, aku tak sanggup memikirkan dosa itu. Sesak sekali dadaku. Ingin kumenangis.
Tapi aku bahkan tak dapat mengeluarkan air mata.”
Kekecewaan aku lirik semakin menjadi. Ia menyesal digauli oleh Ardi. Ia
merasa terpukul dan menjadi makhluk paling hina. Pikirannya dipenuhi hukum
agama dan norma asusila. Ia takut mendapatkan hukuman dari Tuhan dan benci
karena tidak mampu menghapus ingatan buruk itu dari pikirannya.
“Wah beruntung sekali kau! Kau dipilih mewakili pondok untuk ikut
lomba pidato bahasa Arab. Nanti malam disuruh ke Diwon. Kau akan dilatih oleh orang yang paling hebat di pondok
ini!” terangnya dengan suara menggebu-gebu. Tetapi sebaliknya denganku. Tubuhku
terasa lemas. Karena aku tahu, orang itu adalah Ardi.”
Konflik lebih panas dan sakit lagi ketika aku lirik terpilih menjadi wakil
pesantren untuk mengikuti lomba pidato bahasa Arab, sedangkan Ardilah yang
membimbingnya. Ketika kawan-kawan aku lirik memberikan ucapan selamat ia sama
sekali tidak bahagia. Ia takut kembali terjadi sesuatu pada dirinya. Terbukti
dijelaskan pada paragraf berikutnya.
“Aku terbangun ketika kurasakan tubuhku terasa berat. Seperti ada
yang menindih. Aku segera sadar. Bahwa seseorang telah memelukku dan tidur
tepat di atas tubuhku. aku tahu orang itu adalah Ardi.
Aku teringat, pukul dua belas malam aku masih berlatih pidato
dengannya. Saat itu masih ada teman-temanku yang lain. Tapi sekarang, aku tak
tahu. Aku tidur mungkin saat latihan dan yang lain telah pulang.”
Ketika
berlatih pidato aku lirik tertidur dan paginya harus menerima kenyataan dirinya
kembali digauli oleh Ardi. Ia ingin sekali berontak dan pergi dari pesantren
itu, namun hatinya tak kuasa menahan iba dan kasihan terhadap orang tuanya yang
susah payang telah membiayai sekolahnya selama ini.
“Ah, rasanya aku ingin berhenti dari pesantren ini. Berlari dari
kenyataan pahit ini. Tapi aku tak tega pada bapak. Telah susah payah bapak
membiayaiku hingga aku telah lima tahun di pondok ini. Aku tahu, Bapak
membiayai semua ini dengan meminjam uang kemana-mana.”
Konflik
batin semakin memuncak ketika ia jatuh hati pada anak pak kyai yang bernama
Shaleha. Mereka saling mencintai walau hanya terpendam dalam hati. Suatu ketika
Shaleha meminta aku lirik untuk menjadi suaminya dan menggantikan abahnya
menjadi pimpinan pesantren. Aku lirik semakin terkejut dan ketakutan. Ia merasa
ditinya tidak pantas. Ia merasa sudah bayak berlumur dosa, sedangka kyai perna
berbicara orang baik pasti mendapatkan pasangan yang baik pula. Aku lirik
merasa sudah hina dan tidak pantas menjadi suami Shaleha, apaligi pimpinan
pesantren menggantikan pak kyai. ia semakin terpukul ketika menolak Shaleha.
“Pantaskah aku menjadi suami Shaleha? Aku ingat pergerumulanku
dengan Ardi. Aku terlalu hina untuk menjadi seorang suami dari anak kyai.
Terlalu hina untuk menjadi generasi penerus dari pesantren yang begitu besar
namanya ini. Bukan tidak mampu, tapi aku malu.
Lama aku berpikir. Cinta yang bermekaran di hatiku, harumnya
bercampur dengan busuknya diriku. Aku sungguh tak tahan pada keadaan seperti
ini. Pada akhirnya aku memutuskan salah satu keputusan terberat dalam hidupku.
Menolak tawaran Shaleha.”
Kekesalan
semakin menjadi, kemarahan yang hanya mampu ditelan saja, terpendam dalam hati,
sakit yang amat luar biasa, malu yang tiada tara tandingannya adalah ketika di
akhir cerita, Shaleha memilih Ardi untuk menjadi suaminya.
“Aku sungguh tak mengira kalau pada akhirnya Shaleha memilih Ardi
untuk menjadi suaminya sedang Ardi begitu bangga bercerita padaku.”
B.
Usaha yang Dilakukan Tokoh Utama dalam Menyelesaikan Konflik
Tokoh utama di dalam cerpen tersebut tidak banyak melakukan usaha atau
perjuangan menyelesaikan masalahnya. Aku lirik hanya berkutat pada konflik
dengan kejiwaan dirinya sendiri. Ia tidak mampu menentang atau melawan
lingkungannya. Ketika masalah memuncakpun ia tak dapat berkata dan mengakui
apapun. Ia tak dapat membela dirinya sendiri, takdapat memperjuangkan cintanya
dan tidak ada sama sekali tindakan untuk memutuskan sikap memperbaiki dirinya.
Ia malah semakin memperparah keadaan dirinya dengan menolah Shaleha menjadi
istrinya. Ia biarkan Ardi menikahi Shaleha dan ia pendam sendiri masalah itu
dalam-dalam.
Sepertinya aku lirik ingin mempertahankan diri untuk tetap tinggal di pondok
itu agar tidak mengecewakan orang tua yang telah membuayainya dengan susah
payah. Ia meletakkan kebahagiaan orang tuanya lebih dari apapun, bahkan
mengorbankan cinta dan harga dirinya terinjak-injak. Ia memendam masalahnya
sendirian karena malu. Ia malu pada driri sendiri dan Tuhannya.
Aku lirik termasuk dalam kategori orang yang sabar namun lemah dalam
bertindak maupun memutuskan sesuatu, ia merasa kecil dan mudah takut atau putus
asa. Sosok demikian memberikan pandagan kepada pembaca agar tidak terjerumus
terhadap hal-hal yang seperti tersebut dalam cerita dan tau bagaimana harus
bersikap atau menyikapi dan menyelesaikan masalah.
Konflik batin yang
dialami tokoh utama dalam cerpen Bukan Perempuan karya Syarif Hidayatullah
merupakan cerminan lingkungan anak didik pesantren yang tertekan pada beberapa
hal. Aku lirik mengalami konflik batin antara dirinya dengan Tuhan, dirinya
dengan orang yang ia kagumi, dirinya dengan orang yang ia cintai, dan dirinya
dengan kedua orang tuanya.
Usaha yang dilakukan
tokoh utama dalam menyelesaikan masalahnya sangatlah minim dan kurang atau
dapat dikatakan hampir tidak ada. Aku lirik hanya berkutat pada konflik dengan
kejiwaan dirinya sendiri. Ia tidak mampu menentang atau melawan lingkungannya.
Ketika masalah memuncakpun ia tak dapat berkata dan mengakui apapun. Ia tak
dapat membela dirinya sendiri, takdapat memperjuangkan cintanya dan tidak ada
sama sekali tindakan untuk memutuskan sikap memperbaiki dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
DIRAHASIAKAN ^_*